Praktik Baik Pembelajaran
Pada
era digital saat ini, banyak tantangan yang kita hadapi . Tidak bisa dipungkiri
globalisasi membawa dampak baik positif
maupun negativ. Dampak positif globalisai antara lain kemajuan teknologi dalam
berbagai bidang patut kita syukuri dan kita ambil manfaatnya. Begitu juga dengan
dampak negative mau tidak mau juga harus kita hadapi. Salah satu dampak negative
yang patut kita waspadai dan menjadi tantangan yakni merosotnya moral dan menghilangnya karakter anak bangsa. Hal
ini ditengarai sebagai akibat dari perubahan perilaku siswa yang mulai meniru
budaya barat dimana perilaku yang ditru tidak selaras dengan budaya bangsa
Indonesia.
Budaya
lokal daerah semakin tenggelam. Siswa tidak lagi mengenal budaya lokal daerah
masing-masing. Padahal budaya lokal daerah yang beranekaragam jika digali lebih
mendalam saat dengan dengan penanaman
nilai karakter dan budi pekerti. Namun, kondisi saat ini arus perkembangan
teknologi yang tidak bisa dibendung semakin membawa dampak terhadap
perkembangan karakter siswa. Hal tersebut merupakan sebuah permasalahan yang
harus segera kita carikan solusinya. Untuk itu, kita sebagai pendidik perlu
menerapkan pembelajaran dengan menanamkan karakter dan budi pekerti terhadap
siswa.
Pembelajaran dengan penananam karakter dan budi perkerti sangat perlu kita lakukan. Penanaman karakter dan budi pekerti bisa kita lakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan PPK (Penguatan Pendidikan Karekter) dengan menerapkan pembiasaan-pembiasaan dan budaya positif di sekolah. Strategi lain yang dapat kita lakukan adalah dengan mendidik anak dengan seni. Mendidik dengan seni dinilai bisa menghaluskan budi pekerti siswa. Strategi mendidik anak dengan seni ini dapat kita lakukan dengan menerapkan Metode Sariswara dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan merode sariswara dapat kita kolaborasikan dengan berbagai muatan pelajaran dan juga model maupun strategi pembelajaran lainnya. Harapannya dengan mengkolaborasikan metode sariswara lebih efektif dalam menanamkan karakter dan budi pekerti kepada siswa.
Metode
Sariswara
Metode sariswara merupakan metode mendidik anak dengan menggabungkan kesenian yakni seni sastra, lagu dan cerita. Melalui ksenian yang menggabungkan untuk membiasakan segala keindahan & kehalusan dengan menggabungkan pengalaman semua indra yang ada (cipta-rasa-karsa). Kesenian dinilai dapat digunakan untuk memperhalus watak, karakter dan budi pekerti anak. Melalui cerita-cerita yang diambil dari cerita rakyat setempat maupun karya sastra serta lagu dapat dijadikan sarana menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang baik seperti kasih sayang, tepa salira, saling menghargai, gotong royong, saling menghormati, memberi manfaat bagi semua makhluk, serta rasa cinta tanah air yang mendalam. Isi cerita rakyat, sastra ataupun lagu terdapat nilai-nilai karakter dan bui pekerti. Melalui metode sariswara pembelajaran dilakukan dengan Susana yang menyenangkan dan menngembirakan. Dan semua itu dilakukan anak dalam suasana menyenangkan dalam suatu permainan peran yang menggembirakan.
Metode
sariswara merupakan buah pikiran Bapak Pendidikan kita yakni Bapak Ki Hadjar Dewantara.
Saat ini metode sariswara telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Kita sebagai pendidik sudah semestinya menggunakan metode tersebut dalam
pembelajaran kita. Metode sariswara merupakan sistem yang mengkolaborasikan
potensi materi kesenian dengan mata pelajaran yang lain. Budaya-budaya lokal yang
di dalamnya terdapat nilai-nilai kearifan lokan daerah yang terus digali yang
akan menjadi puncak-puncak sari kebudayaan bangsa.
Geruritan
Geguritan
merupakan karya sastra tradisional berupa puisi dalam Bahasa jawa/puisi berbahasa
jawa. Menurut Hadiwijaya, geguritan adalah golongan sastra Jawa cara baru yang
mengungkapkan perasaan senang, ungkapan bahasa yang sesuai dengan keindahan
rasa tetapi tidak berpedoman pada aturan guru gatra, guru wilangan dan guru
lagu tertentu berbeda dengan sifat tembang macapat dan lain sebagainya (https://kumparan.com/berita-hari-ini/geguritan-yaiku-puisi-bahasa-jawa-pengertian-dan-macam-macamnya-1veDrYZNZ8F/full)
Dalam
perkembangannya geguritan mengalami transformasi menjadi lebih bebas tidak terikat
lagi aturan-aturan khusus atau bisa disebut dengan geguritan gagrag anyar. Sedangkan
gegruitan yang terikat dengan aturan-aturan disebug geguritan gagrag lawas.
Geguritan merupakan karya tradisi/karya sastra lokal yang didalamya terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang harus digali, dikenalkan dan dikembangkan kepada siswa agar anak mengenal dan mengetahui budaya daerah yang adiluhung yang patut dilestarikan. Harapannya siswa akan bangga dengan budaya lokal daerah sehingga “Wong Jawa ora ilang jawane” (Orang Jawa tidak kehilangan jati diri sebagai orang Jawa)
Fitur
Pendukung Rumah Belajar Karya Bahasa dan Sastra
Fitur
Karya Bahasa dan Sastra merupakan fitur pendukung Rumah Belajar yang menyediakan
buku-buki digital (e-book) mengenai bahasa dan sastra untuk jenjang pendidikan
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dengan kategori prosa, puisi dan literatur yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung literasi teknologi.
Beberapa
karya sastra yabng berupa e-book di dalam fitur ini diantaranya antologi puisi
maupun antologi geguritan , antologi macapat serta cerita-cerita anak lainnya.
Fitur
ini dapat kita manfaatkan untuk menambah sumber belajar dan referensi untuk
memperkaya wawasan. Melalui fitur tersebut siswa menjadi tahu seperti apa puisi,
gegrutitan, macapat serta cerita anak.
Praktik
Baik Pembelajaran
Praktik
baik pembelajaran berbagi dan kolaborasi bersama Rumah Belajar dengan judul “Kolaborasi
Metode Sariswara dan Fitur Pendukung Rumah Belajar Karya Bahasa dan Sastra
dalam Pembelajaran Menulis Geguritan Siswa Kelas VA SD Negeri Pungkuran” terlaksana
pada hari Senin, 8 November 2021. Praktik baik ini saya lakukan dengan subyek
kelas VA SD Negeri Pungkuran sejumlah 23 siswa yang terdiri dari siswa
laki-laki 16 dan siswa perempuan 6 siswa. Pada hari itu ada 3 siswa yang tidak
bisa ke sekolah. Pembelajaran saya lakukan dengan mengkolaborasikan metode sariswara
dan fitur pendukung karya Bahasa dan Sastra. Dua hari sebelumnya siswa saya
beri tahu untuk membawa HP ke sekolah dengan maksud dan tujuan belajar bersama Rumah Belajar.
Jika ada anak yang tidak membawa juga tidak masalah bisa bergabung dengan temannya.
Pembelajaran
saya mulai pada pukul 07.00 WIB secara tatap muka dengan sistem bergilir
menjadi 2 sesi. Sesi 1 berlangsung pada pukul 07.00 WIB – 08.30 WIB. Sedangkan
sesi 2 berlangung pada pukul 08.30 – 10.00 WIB. Tentu saja semua dilakukan
dengan prokes. Pada sesi 1 siswa yang hadir sejumlah 11 siswa. Sedangkan sesi 2
sejumlah 9 siswa.
Saat
proses pembelajaran saya ajak siswa untuk membuka portal Rumah Belajar pada
fitur pendukung Karya Bahasa dan Sastra. Saya memfasilitisasi dan mendorong siswa
untuk mengeksplor karya geguritan yang ada dalam fitur tersebut. Siswa saya
ajak untuk membaca geguritan yang ada
dalam fitur tersebut. Tentu saja geguritan yang saya contohkan adalah geguritan
dengan tema/judul umum. Saya juga memberikan arahan dan pengantar singkat
tentang geguritan. Saya berikan waktu untuk anak-anak membaca dan mengeksplor
geguritan. Saya juga mencontohkan dan membacakan geguritan yang pernah saya
tulis dan sudah dibukukan. Saya berikan tips dan trik sederhana dalam menuliskan
gegruritan.
Setelah dirasa cukup mengerti tentang geguritan, siswa saya ajak untuk menulis geguritan sederhana dengan tema bebas 5-10 baris saja. Tak bisa dipungkiri banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menggunakan diksi. Menurut mereka lebih mudah membuat puisi Berbahasa Indonesia dibanding geguritan, Mereka saya berikan penguatan dan motivasi bahwa “kamu pasti bisa”. Saya bimbing siswa dalam menuangkan ide yang ditulis dalam bentuk geguritan.
Sebagian besar siswa
bisa menuliskan dan menuangkan ide nya meskipun masih dalam taraf sederhana. Ada
beberapa siswa yang kesulitan menuangkan ide dan macet tidak bisa menulis. Saya
bimbing siswa yang macet ide dengan memberikan pancingan pertanyaan-pertanyaan,
misalnya apa cita-citamu?, bagaimana keadaan lingkungan sekitamu, apa yang kamu
lakukan untuk membantu orang tuamu?, bagaimana sikapmu terhadap ibumu?. Dengan
pancingan-pancingan pertanyaan tersebut jawaban siswa ditulis. Dari
jawaban-jawaban tersebut sudah bisa membuat geguritan meskipun masih sederhana.
Semuanya butuh proses. Geguritan di tulis siswa dalam kertas yang sudah saya siapkan
yang pada akhrinya akan menjadi karya kelas.
Setelah
satu jam siswa yang sudah berhasil menuliskan geguritan saya minta untuk bergantian
membacakan hasil puisi masing-masing di depan kelas. Teman yang lain menyimak
dan mendengarkan. Setelah semua selesai menuliskan geguritan saya bimbing siswa
untuk menempelkan di kertas yang telah disediakan. Pada sesi 1 berhasil membuat
11 karya geguritan, sedangkan sesi 2 berhasil membuat 9 karya geguritan, Baik
pada sesi 1 ataupun sesi 2 skenario pembelajaran saya buat sama. Setelah selesai
menuliska dan membacakan gegurian, mereka saya minta untuk melakukan refleksi.
Ketika saya tanya mereka menjawab senang belajar berama Rumah Belajar dan senang
bisa membuat geguritan.
Testimoni
Siswa
Secara
lisan siswa saya tanya bagaimana persaannya setelah belajar hari ini. Selain
itu mereka juga diminta untuk menuliskan testimoninya.
Indahnya
berbagi dan berkolaborasi. Semangat berbagi agar tak mengendap di diri sendiri
!
#pembatiklevel4
#pusdatin
#rumahbelajar
#dutarumahbelajar
#inspirasijogjaistimewa
0 Komentar