Karena
Prakarya
“Ahh…kalau
aku sih aku ga ya mau berteman sama dia,” seru Intan pada Dini saat
istirahat tiba.
“Iya…
aku juga. Mana mau aku berteman dengan dia. Lihat itu bajunya lusuh ga
pernah disetlika dan sepatunya sudah kumal dan kamu tau kan kalau Ayuk itu juga
ga bisa ngapa-ngapain. Apes bener kita satu kelompok sama dia,” timpal
Dini mengiyakan perkataan Intan.
“Aku
heran kenapa sih kita dijadikan satu kelompok sama dia, anak baru itu?” tambah
Intan masih dengan ekspresi tidak suka.
“Aku
juga kecewa sama Bu Rani, kita sudah protes tetap saja disuruh satu kelompok
sama anak miskin dan dekil itu. Semoga aja kita ga tertular miskin dan dekil,” sungut
Dini kesal.
“Hmmm…
aku punya ide. Bagaimana kalau besok nama dia ga usah kita tuliskan. Nanti
kita bilang Bu Rani kalau dia ga mau ngerjain. Biar dapat hukuman dari
Bu Rani suruh ngerjain 2 kali atau 3 kali,” seru Intan dengan senyum licik.
Pagi
itu suasana kelas agak gaduh karena hari itu tugas membuat proyek prakarya dari
barang bekas. Anak-anak sudah mempersiapkan bahan dari rumah. Tak terkecuali
kelompok Intan dan Dini. Mereka kurang bersemangat karena satu kelompok dengan
Ayuk yang mereka anggap siswa yang jorok, miskin dan tidak pandai. Bu Rani segera mengunstruksikan semua bekerja
dalam kelompok masing-masing. Mereka membuat prakarya di halaman sekolah.
“Eh
kamu anak dekil, awas jangan dekat-dekat
ya. Kamu bau. Lagian paling kamu juga ga bisa bikin prakaryanya kan?” seru
Intan dengan tertawa mengejek.
“Yuk..
kita bikin apa ya Tan?” tanya Dini kepada Intan.
“Kita
bikin tempat pensil aja yuk! Tapi aku ga bisa menggambar yang bagus
untuk hiasannya. Kamu bisa kan Din?” tanya Intan pada Dini.
“Wahh…
aku juga ga bisa. Kalau bikin prakarya gini aku paling ga suka.
Ribet rumit. Ga telaten aku,” sungut Dini dengan wajah kesal.
Diam-diam
Ayuk memperhatikan dan mulai mengeluarkan botol bekas yang dibawa dari rumah
beserta peralatan lainnya. Kemudian Ayuk mulai mendesain tempat pensil beserta hiasannya.
Dengan cekatan Ayuk mulai memotong botol dan membuat desain dan hiasan dari
kertas dan pita warna warni. Ayuk terbiasa membuat prakarya karena membantu
ibunya membuat hiasan dari barang bekas. Ayuk tak menghiraukan perkataan Intan
dan Dini yang menyuruhnya untuk tidak ikut membuat.
“Eh…
lihat itu! Ayuk terampil bener bikin tempat pensilnya. Beneran kan itu tadi Ayuk
yang bikin ga bawa dari rumah?” tanya Dini dengan heran.
“Iya
itu. Ayuk malah sudah membuat. Dari tadi kita malah bingung bikin desainnya ga
jadi-jadi,” timpal Intan sambil melihat ke arah Ayuk.
“Sudah
selasai belum kelompok kalian? Apa ada kendala dalam membuatnya? Lho kog Ayuk
duduknya di sana. Tidak jadi satu dengan kalian di sini?” tanya Bu Rani sambil
memandang ke arah Ayuk duduk.
“Hmmm…
anu Bu Rani. Ta..Tadi Ayuk tidak mau duduk di sini,” jawab Dini berbohong.
“Kalian
satu kelompok. Jadi harus kerja bersama dalam satu kelompok. Tidak boleh sendiri-sendiri,
Namanya juga kerja kelompok. Ayuk.. sini duduk di sini. Wahh…bagus sekali
prakarya mu Nak! Meskipun belum jadi tapi ini desainnya bagus!” kata Bu Rani dengan tersenyum bangga. Bu Rani
tahu kalau Dini dan Intan tidak suka satu kelompok dengan Ayuk.
“Kalian
satu kelas semua teman. Kalian semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama di
sekolah ini. Tidak dibeda-bedakan siswa pandai dan tidak pandai, siswa kaya dan
tidak punya, siswa laki-laki maupun perempuan. Siswa yang kaya belum tentu
lebih pandai dan siswa tidak punya itu tidak pandai. Semua siswa Bu Guru itu
berbeda dengan karakterisktik masing-masing. Tidak bisa kita samakan ya! Makanya
Bu Guru menjadikan kalian satu kelompok agar bisa bersikap toleransi dan menghargai
antar teman meskipun kalian berbeda-beda,” Bu Rani menjelaskan secara bijak dan
panjang lebar agar semua siswa juga mendengarnya.
Intan dan Dini saling
berpandangan sambil melirik botol bekas yang baru dipotong dengan kurang rapi
dan belum juga didesain dengan bagus.
“Nah..
karena Ayuk sudah mendesain boleh diteruskan hiasannya agar lebih menarik lagi.
Dini, Intan, silakan dilanjutkan ya tapi kerja kelompok bertiga!” Bu Rani
mengintruksikan untuk melanjutkan prakarya yang telah dibuat Ayuk kamudian
mengecak kerja kelompok lain.
“Maaf
ya Tan, Din.. Aku sudah buat tempat pensilnya tanpa bertanya pada kalian,” kata Ayuk dengan sedikit takut.
Intan dan Dini saling melempar
pandang dan kemudian mengangguk.
“Tidak
apa-apa kan ya Din? Malah punyamu jauh labih bagus dari yang kami bikin.
Maakan kami ya Yuk. Kami menganggap kamu ga bisa ngerjain. Ternyata malah
bagus sekali punyamu,” kata Intan sambil melihat hasil prakarya Ayuk.
“Iya
Yuk. Ternyata kamu terampil membuat prakarya,” jawab Dini mengiyakan perkataan Intan.
Setiap
siswa memang mempunyai karakter dan keunikan sendiri-sendiri. Mempunyai latar
belakang yang berbeda. Tidak bisa disamakan satu kelas. Begitu juga di kelas
Intan dan Dini. Ada siswa yang mampu dan kurang mampu yang lantas menjadikan alasan
untuk tidak menghargai dan juga toleransi.
#30daysreadingastorywithyourkids
#onedayonestory
#week3toleransi
Biodata :
Nama : Rofiana
Tempat,
tanggal lahir: Bantul, 24 Juni 1984
Alamat : Manggung RT 06 Wukirsari
Imogiri Bantul DIY
Instansi : SD Negeri Pungkuran
Bantul DIY
No
HP : 085725431639
0 Komentar