Rupaya Belum Rejeki
Pada hari kesepuluh
tantangan lomba blog “Menulis di Blog Jadi Buku” ini saya akan melanjutkan
postingan saya yang kemarin. Kali ini judul yang saya tulis “Rupanya Belum
Rejeki”. Pada postingan sebelumnya, saya telah menuliskan tentang pengalaman
perdana saat mendaftar seleksi CPNS di dua tempat dan mendapatkan jadwal ujian secara
bersamaan. Dua kartu ujian CPNS sudah berada di genggaman, tinggal memilih
salah satu tempat yang diinginkan. Memilih dan memantapkan hati dengan berbagai
pertimbangan-pertimbangan yang telah dipikirkan sebelumnya. Tidak lupa juga
disertai usaha yang dilakukan.
Waktu ujianpun tiba.
Minggu pagi itu hujan lumayan deras mengguyur sebagian besar wilayah Jogja. Dengan
membaca Basmallah, saya melajukan motor ke arah salah satu SMP di Kabupaten
Bantul tempat ujian tertulis seleksi CPNS tahun 2008. Akhirnya saya memilih
Kabupaten Bantul dengan pertimbangan, jika diterima dekat dan masih satu lokasi
dengan tempat tinggal. Selain itu pada saat ujian hujan turun deras sehingga
saya tidak berani mengendarai motor sendiri ke Gunungkidul dengan akses jalan
yang dilalui naik, menanjak dan berkelok dan tentu saja lebih jauh lokasinya.
Ditambah saat itu suami tidak ada di rumah sehingga semakin mantap untuk
memilih ujian di Bantul saja.
Saat tiba di lokasi
ujian seperti reuni saja. Saya bertemu dengan teman-teman waktu kuliah. Ada
yang satu angkatan satu kelas, ada kakak tingkat dan adik tingkat. Lumayan ada
momen untuk sekedar melepas rindu dan berbagi kabar. Bertemu juga dengan
tetangga dan saudara yang juga ikut ujian. Setelah memasuki ruang ujian panitia
membagikan soal dan lembar jawab komputer. Tahun 2008, belum mengenal ujian
dengan CAT. Ujian dilakukan secara manual dengan mengisi jawaban pada LJK. Pada
waktu itu materi yang diujikan tentang wawasan kebangsaan, pengetahuan umum, skolastik,
bahasa inggris dan juga soal tentang keterampilan IT.
Setelah beberapa minggu
berlalu dari ujian tertulis yang telah terlaksana, tibalah pengumuman hasil
seleksi siapa saja yang lolos. Saat itu, pengumuman tidak serentak di seluruh
wilayah. Dikarenakan ujian tidak secara online tentu semakin menambah
rasa penasaran. Kalau sekarang saja bisa kita pantau dengan adanya sistem online
yang menambah transparansi seleksi CPNS. Itulah yang saya rasakan saat itu. Penasaran
apakah nama saya tertulis di surat kabar edisi hari itu. Pagi-pagi sayapun
bergegas membeli surat kabar. Saya buka lembar demi lembar, dan
taraaa.....ternyata nama saya tidak termuat dalam pengumuman tersebut. Hilang
sudah rasa penasaran yang tadi menyeruak. Saya baca satu persatu, ada nama yang
saya kenal dan familiar. Nama peserta yang lolos pada empat formasi guru PPKn,
dua diantaranya saya kenal yang tak lain satu almamater dengan saya. Pada
formasi yang lain, ada juga nama yang saya kenal yaitu teman saya waktu KKN dan
tetangga saya. Tentu mereka sangat bahagia dong ya! Apalagi status PNS cukup
bergengsi di masyarakat. Kemudian saya cari kontak mereka dan mengucapkan
selamat.
Minggu berikutnya,
giliran Gunungkidul mengumumkan hasil seleksi CPNS. Saya pun tertarik untuk
membaca baris demi baris nama yang terpampang. Dan...ternyata nama sahabat saya
berada di urutan nomor satu dari sembilan peserta yang lolos formasi yang
sesuai dengan yang saya lamar. Menyusul nama-nama dibawahnya saya pun sangat
familiar, dua diantaranya juga sahabat saya satu angkatan dan satu kelas, dua
yang lain adik tingkat dan kakak tingkat. Saya bayangkan raut bahagia tentu
mereka rasakan. Saya pun segera mengetik pesan SMS dan mengucapkan selamat
untuk mereka.
Salah satu dari teman
saya yang lolos setelah mengucapkan terimakasihh saat ku beri ucapan selamat malah
ada yang bilang begini “Lhoh..kok kamu malah ga ikut daftar Gunungkidul
to? Kan formasi lebih banyak, dekat dengan rumah ibumu juga kan? Coba kamu
daftar Gunungkidul peluang diterima lebih banyak lhoh! Seperti kita-kita ini”.
Begitulah kira-kira isi pesan balasan yang ditujukan kepadaku. Jauh di lubuk
hati memang saat itu sedikit ada rasa sesal, mengapa tidak ambil di Gunungkidul
saja yang jumlah formasi lebih banyak dan tentu peluang lebih besar. Ditambah
lagi teman-teman satu angkatan dan satu jurusan banyak yang diterima. Nasi
sudah menjadi bubur. Penyesalan memang datang di akhir. Penyesalan selalu
datang terlambat. Saya besarkan hatiku, rupanya belum rejekiku tahun ini untuk
lolos CPNS. Usaha sudah saya lakukan, selebihnya berdoa dan pasrah kepada Allah
juga sudah saya lakukan.
Sesuatu yang belum
menjadi rejeki jika kita kejar kemanapun tentu tidak akan tertangkap. Sejauh
apapun mengejar juga tidak akan terkejar. Rejeki sudah tertakar dan tidak akan
tertukar. Berharap akan ada kesempatan berikutnya. Begitulah saya menyemangati
diri sendiri.
Demikian sepenggal kisah saya saat
berkesempatan mendaftar CPNS perdana pada tahun 2008 yang berakhir gagal. Bagaimana
kelanjutan cerita ini? Akan saya posting pada hari berikutnya. Berharap cerita
ini akan terkumpul menjadi satu dalam sebuah buku.
Tunggu kisah selanjutnya ya !
Salam Literasi,
Rofiana, S.Pd.
SD Pungkuran Pleret Bantul DIY
NPA 11041400010
4 Komentar
Mantap dan keren tulisannya. Semoga tetap berkarya dan menginspirasi. Tks
BalasHapusTerimakasih Pak..
HapusEnding nya pasti jadi hehe
BalasHapusEndinya masih lama..perjuangan panjang dulu...hehehe...
Hapus