Tantangan Pembelajaran
Kelas Rangkap
Pada hari keduapuluhsatu
tantangan lomba blog “Menulis di Blog Jadi Buku” ini saya akan melanjutkan
postingan saya yang kemarin. Kali ini judul yang saya tulis “Tantangan
Pembelajaran Kelas Rangkap”. Pada postingan sebelumnya, saya menuliskan
bagaimana proses saya beradaptasi di sekolah yang baru. Proses adaptasi
tidaklah begitu sulit kulakukan. Kata teman-teman saya termasuk tipe orang yang
mudah bersosialisasi. Jadi tidak memerlukan waktu yang lama untuk cepat berbaur
dan menyatu dengan lingkungan yang baru. Meskipun pada awalnya hanya teman saya
yang sama-sama tergeser yang kukenal.
Hari berganti hari,
minggu berganti minggu terlewati serta bulan berganti bulan terus berjalan.
Pada tahun kedua menjadi GTT di sekolah tersebut saya mendapat tantangan untuk
mengajar kelas rangkap. Tugas yang diberikan kepadaku masih sama, yakni
mengampu di kelas II. Hanya saja kali ini satu tingkat ada dua rombel dengan
jumlah siswa masing-masing 25 siswa per kelas. Jadi jumlah siswa yang saya ampu
ada 50 siswa. Wow...jumlah yang sangat banyak bukan untuk dijadikan satu kelas.
Kebijakan pembelajaran kelas rangkap diambil dengan pertimbangan kekurangan
guru dan ruang kelas. Jika akan merekrut guru lagi jumlah guru honorer sudah
banyak dan juga ruang kelas yang terbatas.
Pada awalnya
kubayangkan sulitnya mengajar dengan jumlah siswa 50 siswa dalam satu kelas dan
satu waktu. Bagaimana cara mengajar yang efektif dengan jumlah siswa yang
banyak? Apakah saya mampu mengajar dengan jumlah siswa yang begitu banyak
selama satu tahun kedepan? Pikiran-pikiran tersebut menggangu pada awal-awal
semester. Pernah terbesit juga dalam pikiranku, mengapa saya yang diberi tugas
mengajar di dua kelas ini? Mengapa bukan guru yang PNS saja yang mengajar kelas
ini?
Tugas ini merupakan
pengalaman pertama bagi saya dalam mengajar dua kelas sekaligus dalam satu
kelas dan satu waktu. Saya kemudian menyemangati diri sendiri. Ini merupakan
tugas yang sudah dipercayakan kepadaku. Saya pasti mampu melakukannya. Semua sudah
menjadi tugas yang harus kulakukan. Awalnya memang agak kerepotan mengajar
siswa dengan jumlah yang banyak dalam satu kelas. Perlu menerapkan trik dan
strategi agar kelas kondusif. Apalagi kelas yang kuampu kelas II dimana siswa
masih membutuhkan bimbingan yang cukup dominan dari guru. Satu minggu hingga
satu bulan berjalan saya masih merasakan kesulitan dalam mengkondisikan siswa. Setiap
hari ada saja “drama” yang diperbuat oleh anak-anak. Semua saya anggap sebagai
pembelajaran dan sebuah pengalaman dalam memahami perbedaan individu serta
karakter masing-masing siswa. Saya juga harus menyiapkan tenaga ekstra ketika
mengajar kelas rangkap dalam satu kelas dan satu waktu. Tidak lupa setiap hari
sarapan sebagai amunisi untuk menghadapi mereka, he he he.
Perlahan tapi pasti satu
bulan, dua bulan, tiga bulan hingga satu semester telah berjalan. Ketika tiba
saatnya mengoreksi dan mengerjakan laporan penilaian semester/raport ada teman
yang membantu mengoreksi walaupun hanya pada soal pilhan ganda. Suami juga
membantu mengoreksi. Pekerjaan jika dijalani satu persatu pasti akan selesai.
Pekerjaan jika dilakukan dengan senang Insyaallah juga tidak akan menjadikan beban.
Hari-hari dilalui
dengan rutinitas kelas rangkap. Lama kelamaan sudah terbiasa dengan rutinitas
tersebut. Siswa juga sudah terbiasa dengan kondisi kelas rangkap. Pada akhirnya
dua semester berhasil saya lalui. Kesulitan dan hambatan tentu saja ada. Namun semua
bisa saya lalui dan selesaikan. Semua tentu saja dengan cara berkoordinasi
dengan kepala sekolah, guru dan juga melibatkan wali murid.
Simak kisah saya yang lainnya di
postingan berikutnya ya !
Salam
Literasi,
Rofiana,
S.Pd.
SD
Pungkuran Pleret Bantul DIY
NPA 11041400010
0 Komentar