Drama Seleksi CPNS 2018
Pada
hari keduapuluhdelapan tantangan lomba blog “Menulis di Blog Jadi Buku” ini
saya akan melanjutkan postingan saya yang kemarin. Kali ini judul yang saya
tulis “Drama Seleksi CPNS 2018”. Pada tahun 2018
merupakan kesempatan ke-tujuh kalinya saya mengikuti ujian seleksi CPNS. Dari
ujian CPNS memakai pensil sampai model CAT sudah saya rasakan. Meskipun
berulang kali mengikutinya dan gagal saya tetap berharap untuk tetap ikut
seleksi. Jika sebelumnya mendaftar dengan formasi yang minim (Guru PPKn) kali
ini formasi yang saya lamar cukup banyak (Guru SD). Untuk mendapatkan ijazah
PGSD pun saya harus mengambil S1 lagi dan menghabiskan 10 semester belajar di
UT yang sudah saya tuliskan pada postingan sebelumnya. Kesempatan 2018 ini,
pertama kalinya ini saya mengikuti seleksi memakai ijazah PGSD dikarenakan
seusai lulus PGSD tahun 2014 kemudian ada moratorium.
Kesempatan
ketujuh ini yang kuanggap dramatis. Mengapa dramatis? Ya..dramatis karena tahun
2018 adalah kesempatan terakhirku untuk bisa mengikuti seleksi ini dari formasi
umum. Usiaku yang hampir expired mendekati batas akhir bisa
mendaftar. Dalam hatiku bertekad akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik
mungkin. Setelah adanya moratorium sekitar hampir 5 tahun, tentu saja tahun
2018 ini akan disambut baik jutaan para pejuang NIP. Begitupun saya, dan tentu
saja persaingan akan ketat dengan banyaknya jumlah pelamar. Sedapat mungkin
saya persiapkan dengan usaha maksimal sesuai dengan kemampuan, selebihnya
berserah pada-Nya.
Setelah
saya melengkapi berkas yang dipersyaratkan, tinggal menunggu hasil seleksi
administrasi. Semua kulakukan dengan cermat dan hati-hati. Tidak akan melewatkan
kesempatan terakhir ini. Selang beberapa minggu, pengumuman seleksi
administrasi pun keluar. Alhamdulillah...nama saya ada di daftar peserta yang
lolos seleksi administrasi. Dalam pengumuman tersebut juga sudah tertera jadwal
ujian lengkap tanggal dan juga tempatnya. Pokoknya saya harus berusaha
semaksimal mungkin. Kumaksimalkan usahaku belajar. Mencari informasi dari
berbagai sumber. Di sela-sela rutinitas mengajar dan les privat benar-benar saya
luangkan waktu untuk belajar. Insyaallah usaha tidak akan mengkhianati hasil?
Bukankah begitu? Selebihnya tetap pasrah pada-Nya atas semua hasilnya.
Hari yang
dinantikan pun tiba. Pagi itu Ahad, 11 November 2018 saya berangkat pagi-pagi
menuju lokasi ujian SKD di Graha Wana Bakti Yasa DIY. Sebelumnya pada malam
hari tidur pun tidak bisa nyenyak manyambut datangnya waktu ujian. Pada
kartu ujian tertulis waktu ujian pukul 06.30 WIB. Sampai di lokasi segera
menuju tempat yang telah ditentukan panitia. Sebelum masuk ujian wajib
melakukan registrasi ulang. Tas dititipkan ditempat yang telah disediakan,
hanya boleh membawa kartu ujian dan kartu identitas, memakai perhiasanpun disuruh
melepas. Kira-kira satu jam kurang untuk proses pra-ujian. Sepanjang menunggu
tak henti-hentinya kulantunkan doa dalam hati. Tiba waktu akan memasuki ujian
seluruh peserta diperiksa badannya oleh petugas Satpol PP. Memasuki ruang ujian
meskipun sebisa mungkin kutenangkan hati dan pikiran tetap saja ada
perasaan nerveous semacam mau ijab qabul saja.
Di dalam
ruang ujian sudah tersedia komputer lengkap dengan pensil dan kertas untuk
berhitung. Bismillah..kulangkahkan kaki dan kududukkan tubuh di kursi yang
disediakan panitia ujian. Mulailah ku klik satu persatu menu yang ada pada
monitor. Suara pengarahan dari pantia mengawali waktu mengerjakan ujian.
Kumasukkan nomor ujian dengan teliti. Selesai memasukkan nomor ujian keluarlah
soal-soal ujian. Kubuka satu persatu nomor soal, kubaca berulang dan kupahami
dengan seksama maksud dari soal yang diberikan. Ada soal yang langsung tahu
jawabannya, ada yang ragu-ragu dan ada juga yang tidak tahu jawabannya. Rasanya
duduk di kursi panas 90 menit waktu cepat sekali berlalu. Sengaja soal yang
hitung menghitung kukerjakan belakangan. Karena akan memakan waktu lama.
Bagaimana hasil ujian SKD saya? Tentu saja ada bumbu dramatisnya..
Waktu 90 menit yang
disediakan dalam mengerjakan tes SKD berlalu dengan cepat sekali. Soal yang
saya kerjakan terlebih dahulu adalah soal TKP (Tes Karakteristik Pribadi)
berjumlah 35 butir, dimana pada ujian hari-hari sebelumnya banyak yang gagal
pada tes bagian ini. Memang benar, untuk menjawab soal TKP ini
membutuhkan kecermatan dan pertimbangan dalam menjawab. Selesai menjawab soal
TKP saya lanjutkan menjawab soal TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) berjumlah 35
butir yang juga diramu dengan pilihan jawaban sedemikian rupa yang juga
membutuhkan kejelian. Terakhir saya mengerjakan soal TIU (Tes Integensi Umum)
yang berjumlah 30 butir. Pada soal TIU untuk soal hitung saya kerjakan
belakangan. Saya harus memanfaatkan 90 menit berharga ini dengan
sebaik-baiknya. 100 soal telah berhasil saya selesaikan semua. Kira-kira masih
tersisa waktu tidak sampai 10 menit untuk meneliti kembali soal yang mungkin
saja dianggap masih ragu jawabannya. Ada beberapa jawaban yang saya ubah,
entahlah apa menjadi benar atau justru malah salah.
Waktu ujian selama 90
menit saya habiskan hingga detik terakhir. Saya tidak mengklik tombol selesai
meskipun semua saol berhasil saya jawab. Saya menunggu pergerakan waktu hingga
detik terakhir. Dan.....jreengg...munculah angka 310 skor ujian saya dengan
rincian TWK 105, TIU 75 dan TKP 130. Saya lihat dengan seksama angka yang
muncul. Kemudian saya cocokkan dengan aturan ambang batas passing grade SKD
bagi pelamar formasi umum yang telah ditetapkan yakni nilai minimal komulatif
298 dengan rincian TWK 75, TIU 80 dan TKP 143. Degg...dan ternyata nilai yang
saya peroleh untuk TIU dan TKP tidak lolos ambang batas passing
grade, walaupun jumlah keseluruhan melebihi 298 tetap tidak dikatakan
lolos passing grade-nya. Seketika reflek saya menoleh
ke kanan dan ke kiri melihat layar peserta lain di sebelah kanan dan kiri.
Demikianpun dengan mereka melihat perolehan skor peserta lain. Ternyata sama,
banyak peserta yang tidak lolos passing grade. Lalu bagaimana
perasaan saya? Dimana kesempatan kali ini adalah kesempatan terakhir bagi saya.
Setelah selesai ujian dan mengetahui
bahwa nilai saya tidak lolos ambang batas passing grade yang
ditentukan tentu saja sebagai manusia biasa saya pun merasa amat sedih, kecewa,
patah semangat dan bahkan perasaan iri yang seharusnya tidak ada pun ikut hadir
mengisi di hati. Mengingat dimana kesempatan ini adalah kesempatan terakhir
bagi saya bisa ikut mendaftar dari jalur umum. Tidak saya pungkiri, sepanjang
perjalanan dari Graha Wana Bakti Yasa diwarnai hujan air mata. Saya memang
termasuk tipe orang yang cengeng. Bahagiapun saya menangis. Hari itu ahad, 11
November 2018 saya anggap sebagai hari kesedihan saya.
Setelah usai mengikuti ujian dan
gagal passing grade saya merasa menjadi orang yang bodoh
dengan perolehan skor 310. Mengajar pun menjadi tidak kosentrasi. Kalau ada
istilah gagal move on itulah keadaan saya usai ujian. Saya
sudah berusaha menerima ikhlas dengan semua yang terjadi. Tapi...semua
membutuhkan proses untuk ikhlas menerima kenyataan tersebut. Orang-orang
terdekat dan teman-teman tentu saja turut memberikan support dan
motivasi. Akan tetapi, rasa kecewa ini masih betah bersemanyam di hati. Sampai
pada 2/3 hari setelah pelaksanaan ujian SKD dari group WA bermunculan
postingan foto print out hasil ujian SKD dan share
dokumen berbentuk PDF semua sesi lengkap. Segera kucari nama saya lengkap
dengan skornya. Saya baca dan saya cermati dengan seksama satu persatu
nama-nama yang peserta lain yang sebagian cukup familiar. Dan....ternyata oh
ternyata...nilai yang dibawah saya atau kurang dari 310 pun banyak. Ada
kelegaan dalam sudut hati saya. Ternyata saya tidak sendiri. Banyak yang
bernasib sama dengan saya. Bahkan ada yang menyebut bahwa seleksi CPNS
tahun 2018 dikatakan gugur massal passing grade.
Adanya kenyataan tersebut sedikit banyak
mengobati kekecewaan dan kesedihan saya. Bahkan teman-teman saya yang berhasil
lolos ambang batas passing grade pun memberikan info yang
menambah kelegaan hati saya. Ternyata dari jumlah ribuan pelamar untuk formasi
yang saya pilih yang lolos passing grade kira-kira
sepertiganya, kalau tidak salah ingat tidak ada 100an. Padahal formasi yang
dibuka ketika itu 340an. Dalam hati ada secercah harapan yang membara. Hanya
doa yang bisa terucap.
Salam Literasi,
Rofiana, S.Pd.
SD Pungkuran Pleret Bantul DIY
NPA 11041400010
0 Komentar