Mengejar Beasiswa
Pada
hari keempatbelas tantangan lomba blog “Menulis di Blog Jadi Buku” ini saya
akan melanjutkan postingan saya yang kemarin. Kali ini judul yang saya tulis
“Mengejar Beasiswa”. Pada postingan sebelumnya, saya telah menuliskan saat saya
menempuh lagi pendidikan S 1 maka konsekuensinya saya harus pandai-pandai
membagi waktu dan fokus. Jika kita kuliah sambil bekerja tentu fokus kita akan berbeda.
Selain
harus pandai-pandai membagi waktu dan fokus, saya juga harus pandai-pandai menyisihkan
uang untuk membayar SPP tiap semester. Pada saat itu tahun 2009, setiap semester
saya harus mengeluarkan biaya Rp 1.050.000,00. Biaya perkuliahan satu semester
dengan nominal tersebut bagi GTT seperti saya saat itu tentu lumayan besar. Gaji
yang diberikan dari sekolah pada tahun tersebut sekitar Rp 300.000,00 per bulan,
dengan tugas pokok tetap menjadi guru kelas II. Bedanya saya sudah tidak lagi
mengelola perpustakaan, karena sudah ada petugas perpustakaan tersendiri.
Walaupun kadang-kadang masih membantu ketika ada waktu luang. Keadaan demikian yang
membuat saya harus pandai-pandai menyisihkan uang untuk biaya per semester.
Setelah
perkuliahan berjalan kira-kira satu tahun, ada pengumuman pengajuan beasiswa. Tentu
saja ini berita yang menggembirakan bagi kami GTT. Walaupun tidak serta merta
langsung memperoleh beasiswa, tapi informasi tersebut cukup membuat tersenyum. Paling
tidak masih ada harapan untuk memperoleh beasiswa subsidi kualifikasi guru. Yang
akan membatu meringakan biaya perkuliahan. Bergegas saya mencari info dan
mengusahakan syarat-syarat yang diperlukan. Saya jadi teringat ketika kuliah di
UNY dulu saya selalu gigih dan terdepan mengejar beasiswa, he he he. Adakah
yang mempunyai pengalaman seperti saya? Alhamdulillah setiap semester saya selalu
lolos sebagai penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa). Beasiswa BBM
salah satunya mempersyaratkan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari
kelurahan. Ketika itu Bapak yang selalu memintakan ke kelurahan. Saya tidak
malu untuk mengajukan, selama itu melalui jalur yang benar.
Saat
itu, kegigihan tersebut juga saya terapkan untuk mengejar beasiswa lagi. Selama
ada kesempatan dan mampu melakukan kejarlah dan usahakanlah, untuk urusan
berhasil tidaknya pikirkan nanti. Begitulah saya menyemangati diri sendiri dalam
hati. Setelah semua syarat terkumpul berkas saya ajukan ke UPT. Tinggal
menunggu hasilnya apakah akan lolos atau tidak.
Beberapa
minggu kemudian pengumuman keluar. Tertera nama-nama siapa saja yang lolos
mendapatkan beasiswa keluar. Ternyata nama saya tidak ada di dalam daftar
penerima beasiswa subsidi kualifikasi guru. Agaknya memang belum rejeki. Kalau
tidak salah ingat, saat itu setiap guru mendapatkan subsidi kualifikasi guru sejumlah
Rp 2.500.000,00 rupiah per tahun. Jumlah yang lumayan banyak kan? Tapi yang
namanya belum rejeki pasti ya tidak akan datang. Baiklah, harus menunggu satu
tahun lagi untuk mengajukan.
Singkat
cerita pada tahun berikutnya saya kembali mengajukan beasiswa. Lagi-lagi saya
harus legowo ketika melihat teman-teman lain lolos sedangkan saya tidak. Masih dengan
hasil yang sama pada tahun sebelumnya. Harus gagal lagi tidak lolos seleksi.
Sepertinya lagi-lagi memang belum rejeki saya. Apakah saya berhenti mengejar dan
patah semangat untuk mengajukan di tahun berikutnya? Tentu saja tidak. Selama itu
masih ada kesempatan dan jalan pasti akan saya tempuh.
Ada
pepatah “usaha tidak akan mengkhianti hasil” memang benar adanya. Pada tahun
2012 barulah dewi fortuna menghampiri saya. Agaknya Bang Bejo juga berpihak
pada saya. Setelah 3 kali mengajukan barulah saya lolos mendapatkan beasiswa
subsidi kualifikasi guru dengan nominal yang sudah mengalami kenaikan yakni Rp
3.500.000,00 untuk satu tahun. Dana sudah otomatis masuk ke rekening bank. Senyum
tersungging di bibir saya. Alhamdulillah... bisa untuk membayar selama 3 semester.
Selama kuliah lima tahun di UT sekali itu saja saya mendapatkan beasiswa. Tetap
disyukuri daripada tidak mendapatkan sama sekali.
Seperti
yang pernah saya tulis sebelumnya bahwa sesuatu yang belum menjadi rejeki jika
kita kejar kemanapun tentu tidak akan tertangkap. Sejauh apapun mengejar juga
tidak akan terkejar. Rejeki sudah tertakar dan tidak akan tertukar.
Demikian
sepenggal kisah saya saat bersemanagat mengejar beasiswa. Bagaimana
kelanjutan cerita ini? Akan saya posting pada hari berikutnya. Berharap cerita
ini akan terkumpul menjadi satu dalam sebuah buku.
Tunggu kisah
selanjutnya ya !
Salam
Literasi,
Rofiana,
S.Pd.
SD
Pungkuran Pleret Bantul DIY
NPA
11041400010
0 Komentar