Subscribe Us

Rofiana SD Negeri Pungkuran by Rofiana Rofiana

Menjadi Guru Privat

 Menjadi Guru Privat

Pada hari keduapuluhdua tantangan lomba blog “Menulis di Blog Jadi Buku” ini saya akan melanjutkan postingan saya yang kemarin. Kali ini judul yang saya tulis “Menjadi Guru Privat”. Pada postingan sebelumnya, saya menuliskan mendapat tantangan mengajar kelas rangkap karena keterbatasan jumlah guru dan juga jumlah ruang kelas. Tantangan mengajar kelas rangkap dalam satu kelas dan satu waktu berhasil saya lalui tanpa hambatan yang berarti.

Seseorang memilih untuk menjadi guru honorer tentu sudah memikirkan segala konsekuensi yang akan diterima. Termasuk konsekuensi besarnya gaji yang akan diperoleh. Di sekolah yang lama gaji saya saat itu pada tahun 2011 sudah Rp 400.000,00 per bulan. Ketika saya pindah bertugas gaji saya per bulan turun menjadi Rp 250.000 per bulan. Sejak awal masuk memang sudah diberitahukan perihal gaji. Saya sudah menyetujui dan sanggup dengan gaji tersebut. Seperti yang sudah saya ungkapkan pada tulisan sebelumnya bahwa rejeki yang dialamatkan kepada kita tidak akan tertukar dan pasti sudah tertakar. Prinsip itu yang Insyaallah saya jalani.

Meskipun begitu kita sebagai manusia wajib berusaha untuk menjemput rejeki kita bukan? Nahh... itulah yang juga saya lakukan untuk menjemput rejeki dari Allah. Saya mencari kerja sambilan dengan menjadi guru privat datang dari rumah ke rumah. Sebenarnya setelah lulus kuliah saya sempat menjadi guru privat. Tetapi karena kendala transportasi (motor gantian) jadi tidak saya lanjutkan. Kali ini pekerjaan sambilan menjadi guru privat akan saya lakukan untuk menjemput rejeki-Nya. Seperti pepatah orang Jawa “obah mamah” (bergerak/bekerja pasti makan). Ketika itu saya menjadi guru privat dengan ikut lembaga bimbel. Saya dipercaya untuk memegang 3 siswa dengan rute rumah yang searah. Alhamdulillah...dari kerja sampingan menjadi guru privat bisa untuk membeli susu buat anak.

Setelah setengah tahun berjalan menjadi guru privat ikut lembaga, saya pun menambah murid yang saya ampu sendiri tanpa ikut bimbel lagi. Lama kelamaan tambah beberapa murid yang tidak lain adalah tetangga murid yang saya privat. Tanpa kita iklankan testimoni dari mulut ke mulut ternyata lebih gampang memperoleh tambahan murid. Saya kemudian “ketagihan” untuk menjadi guru privat. Hasil yang saya dapatkan Alhamdulilah lumayan. Jika dihitung memang bisa beberapa kali lipat dengan honor yang saya peroleh dari sekolah. Saat itu saya punya suatu keinginan yang ingin diwujudkan. Maka selagi bisa saya kerjakan saya bersemangat mengumpulkan rupiah demi keinginan tersebut. Itu semua tentu dengan seijin suami. Meskipun saya menerima beberapa murid tetap saya beri batasan. Maksimal waktu magrib harus sudah sampai rumah. Setelah magrib giliran untuk anak saya. Setiap hari Sabtu dan Minggu saya kosongkan jadwal untuk keluarga dan saat itu saya belum lulus kuiah S 1 PGSD.

Begitulah seninya menjadi guru honorer. Memutar strategi agar ada tambahan penghasilan supaya semua kebutuhan dapat tercukupi. Saat ini saya merindukan masa-masa terebut. Datang dari satu rumah ke rumah lain. Pengalaman yang mengasikkan tentunya.

Simak kisah saya selanjutnya ya !

 

 

Salam Literasi,

 

Rofiana, S.Pd.

SD Pungkuran Pleret Bantul DIY

NPA 11041400010

 

Posting Komentar

0 Komentar